Pandeglang, Banten — Polemik mangkraknya Terminal Cadasari kembali mencuat ke publik. Proyek pembangunan terminal yang menelan anggaran negara sebesar Rp1,6 miliar tersebut kini menjadi sorotan karena terbengkalai tanpa kejelasan. Muncul dugaan bahwa proyek ini dipaksakan hanya demi mengeruk anggaran, sementara tidak ada langkah tegas dari pihak berwenang untuk menyelidiki atau menindaklanjuti.
Menariknya, kondisi terminal yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya bahkan diakui oleh Pemerintah Desa Cadasari melalui situs resmi mereka, desacadasari.com. Dalam laman tersebut, disebutkan bahwa terminal tersebut hanya ramai saat menjadi sorotan media atau ada aksi demonstrasi masyarakat. Selebihnya, terminal dibiarkan tak terurus dan nyaris tak digunakan.
Yang menjadi pertanyaan publik adalah sikap pasif dari para pemangku kebijakan. Tidak satu pun anggota DPRD maupun Ketua DPRD Kabupaten Pandeglang yang bersedia memberikan pernyataan atau menanggapi polemik ini. Ketika diminta konfirmasi, semuanya memilih bungkam.
Menanggapi hal ini, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Pandeglang, Ali Fahmi Sumanta, mengatakan bahwa pemerintah daerah akan segera mengambil langkah untuk mengoptimalkan fungsi terminal tersebut.
“Terminal Cadasari akan segera kami optimalkan. Saat ini sedang kami bahas dengan OPD terkait untuk bisa difungsikan sesuai peruntukannya,” ujar Ali Fahmi.
Meski demikian, publik masih meragukan komitmen serius pemerintah daerah dalam menuntaskan masalah ini. Ketiadaan transparansi dan minimnya keberanian dari aparat penegak hukum untuk melakukan penyelidikan, memperkuat asumsi bahwa ada pihak-pihak kuat di balik proyek ini yang tidak tersentuh hukum.
Kasus Terminal Cadasari mencerminkan buruknya tata kelola pembangunan daerah jika tidak segera ditangani secara profesional, transparan, dan akuntabel oleh pihak terkait.