Terasistana.id Padang Lawas — Tiga unit alat berat milik PT. SSL dilaporkan melakukan pembuldoseran tanaman sawit milik warga di Desa Tobing Tinggi, Kecamatan Aek Nabara Barumun, Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara. Aksi yang dilakukan sejak pukul 05.00 WIB tersebut berlangsung tanpa adanya pemberitahuan atau negosiasi dengan pemilik kebun, Senin 2 Juni 2025 .
Salah satu warga terdampak, Siagian (55), menyaksikan langsung pohon-pohon sawit miliknya diratakan oleh alat berat. Kejadian ini memicu kemarahan warga, terutama yang tergabung dalam Kelompok Tani Torang Jaya Mandiri (KTTJM).
“Tanpa pemberitahuan apapun mereka membuldoser sawit masyarakat yang tergabung dalam KTTJM,” ujar Sahat Nainggolan (69), Ketua KTTJM.
Sahat mengungkapkan bahwa masyarakat telah membeli lahan tersebut secara sah sejak 2004, dibuktikan dengan akta camat. Namun, sejak itu mereka terus mengalami intimidasi, termasuk pemblokiran jalan yang membuat hasil panen tidak bisa dipasarkan.
Masyarakat telah mengadu ke berbagai institusi, termasuk Wantimpres, Wantanas, dan DPR RI. Pada tahun 2012, mereka bahkan sempat diterima langsung oleh Ketua DPR RI saat itu, Marzuki Ali, dan Wakil Ketua Pramono Anung.
Alih-alih mendapat penyelesaian, konflik justru memanas. Di tahun yang sama, rumah-rumah warga dilaporkan dibakar, dan kebun sawit dibuldoser oleh pihak perusahaan PT. SSL dan PT. SRL. Dari total lahan 1.023 hektar yang dikuasai masyarakat, kini hanya tersisa sekitar 600 hektar.
Kondisi ini membuat masyarakat melakukan aksi ekstrem berupa mogok makan dan jahit mulut di depan DPRD Sumatera Utara pada 6 Juni–6 Juli 2012.
Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPRD Sumut tahun 2012 memutuskan bahwa masyarakat berhak kembali ke lahannya, dan perusahaan dilarang melakukan gangguan. Namun, pada tahun 2020, PT. SSL dan PT. SRL melaporkan masyarakat ke Polda Sumut dengan tuduhan perusakan hutan. Proses hukum berlangsung hingga 2021, ketika sejumlah warga dipanggil untuk diperiksa.
Tahun 2022, masyarakat kembali melakukan unjuk rasa di DPRD Sumut. Dalam RDP yang digelar, pihak Polda menawarkan asas keterlanjuran satu siklus tanam sebagai solusi
Hasil pemetaan bersama KTTJM dan WALHI Sumatera Utara menemukan bahwa lahan yang dikelola masyarakat ternyata berada di kawasan hutan. Berdasarkan temuan tersebut, masyarakat kemudian mengajukan skema Perhutanan Sosial ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Proses pengajuan tersebut masih berlangsung hingga saat ini.
Namun, pembuldoseran kembali terjadi hari ini, meskipun tidak ada keputusan hukum final maupun hasil akhir dari proses Perhutanan Sosial.
“Kami masih menunggu hasil dari Kementerian Kehutanan, tapi PT. SSL main hancurkan saja. Tanpa negosiasi. Tanpa peringatan,” tegas Sahat Nainggolan.
Aksi pembuldoseran pada pagi hari ini akhirnya berhenti sementara setelah dihadang warga yang tergabung dalam KTTJM. Masyarakat menuntut agar perusahaan menghentikan segala bentuk aktivitas perusakan dan menghormati proses hukum serta perundingan yang sedang berlangsung.