Sikat, Dugaan Mega Korupsi Grup Astra Agro Lestari Dilaporkan ke Jampidsus Kejagung

Terasistana.id Jakarta — Dugaan mega korupsi yang melibatkan Grup PT Astra Agro Lestari Tbk (AAL) resmi dilaporkan ke Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Republik Indonesia oleh Kantor Hukum HJ Bintang & Partners, Rabu siang (25/6). Langkah ini dilakukan setelah laporan serupa yang telah disampaikan ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat pada awal Juni lalu dinilai tidak mendapatkan penanganan serius.

Laporan ini mengungkap potensi kerugian negara dan masyarakat yang mencapai Puluhan Triliun, melibatkan empat perusahaan sawit di bawah naungan Grup AAL yang beroperasi di wilayah Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat, yakni PT Letawa, PT Mamuang, PT Pasangkayu, dan entitas operasional PT Lestari Tani Teladan (LTT).

Salah satu Kuasa hukum dari Asosiasi Petani Sawit Pasangkayu (APSP), Irwan Kurniawan, S.H.menyampaikan langsung laporan tersebut di Gedung Kejaksaan Agung RI, Jakarta. Ia menyatakan bahwa kerugian tersebut muncul dari sejumlah pelanggaran hukum yang bersifat sistematis dan terstruktur.

“Kami datang hari ini ke Kejagung karena Kejati Sulbar lamban dan terkesan melakukan pembiaran. Padahal skandal ini nilainya fantastis, merugikan keuangan negara dan hak masyarakat selama lebih dari dua dekade,” ujar Irwan usai menyerahkan berkas laporan, Rabu (25/6/2025)

Empat Modus Korupsi: Dari Plasma Hingga Kawasan Hutan Dalam laporan bernomor 061/HJ-B&P/VI/2025 itu, terdapat empat poin utama dugaan pelanggaran:

1. Penggelapan kewajiban kebun plasma seluas 5.572 hektar yang tak pernah disalurkan sejak awal konsesi ±25 tahun

2. Penguasaan lahan di luar HGU seluas 2.160 hektar, termasuk kawasan hutan negara

3. Kebocoran pendapatan daerah dari pajak, retribusi, dan perizinan yang belum dibayarkan

4. Penyimpangan dana CSR, di mana Grup AAL yang diduga mencetak laba bersih tahunan hingga triliun tidak merealisasikan kewajiban CSR secara transparan dan akuntabel.

“Perusahaan diduga memperkaya diri dan korporasi secara melawan hukum, serta merugikan keuangan negara dan daerah. Bahkan sebagian aktivitas dilakukan di atas tanah negara tanpa dasar hukum,” tegas Irwan.

Desak Kejagung Ambil Alih Penanganan
Dalam suratnya, Kantor Hukum HJ BINTANG & PARTNERS meminta Jaksa Agung RI agar segera mengambil alih penanganan kasus ini dari Kejati Sulbar, menyita aset perusahaan, menghentikan kegiatan ilegal, dan melakukan audit menyeluruh terhadap lahan, pajak, dan dana CSR Grup AAL.

Mereka juga mendorong agar Kejaksaan Agung membentuk tim terpadu lintas kementerian dan lembaga, seperti ATR/BPN, KLHK, Direktorat Jenderal Pajak, BPK, hingga Ombudsman RI.

“Kalau dibiarkan, ini jadi preseden buruk penegakan hukum. Tidak boleh ada impunitas hanya karena korporasi besar,” tambah Irwan.

Ditanya soal rincian Triliun dugaan kerugian, Irwan mengatakan “semua sudah dirincikan dan diurai dalam laporan ke Kejagung” biarkan Kejagung membuktikan potensi kerugian real nya.

Respons Kejati Sulbar Dinilai Tidak Serius
Sebelumnya, laporan awal atas kasus ini telah disampaikan ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat pada 4 Juni 2025 dengan Nomor Surat: 035/HJ-B&P/VI/2025, dan diperkuat dengan surat permohonan tindak lanjut pada 17 Juni 2025. Namun hingga laporan ini dilayangkan ke Kejagung, belum ada tindak lanjut nyata dari Kejati Sulbar.

“Kami menilai Kejati Sulbar abai, dan ini membuka ruang dugaan adanya kongkalikong atau tekanan politik yang membuat penanganan tersendat,” tutur Irwan.

Langkah Serius Penegakan Hukum Ditunggu

Laporan ini juga ditembuskan ke sejumlah pejabat negara, termasuk Ketua Komisi II DPR RI, Menteri ATR/BPN, Menteri LHK, Dirjen Pajak, Gubernur Sulawesi Barat, serta pimpinan APSP di Pasangkayu. Masyarakat berharap Kejaksaan Agung RI dapat menangani laporan ini secara independen dan tuntas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *