Terasistana.id JAKARTA – Komisaris PT Pada Idi, Bintoro Iduansjah, melalui penasihat hukumnya dari F. Tobing & Partners (FTP) Law Firm segera membawa kasus dugaan penipuan dan penggelapan oleh Jimmy Masrin cs ke ranah hukum yang mengakibatkan pemailitan dan penyitaan aset Bintoro.
Magdalena, pengacara sekaligus penasihat hukum keluarga Bintoro, mengungkapkan klaim sebesar US$11 juta yang menjadi tagihan Bintoro ke Tim Kurator agar dapat ditagihkan ke para kreditur yang belum dibayarkan. Sebab pembayaran yang selama ini diterima oleh Bintoro dipelintir menjadi tagihan pribadi dan diajukan PKPU di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 3 Agustus 2023.
Namun, dalam Akta Nomor 20 tertanggal 23 April 2019 yang dibuat oleh Notaris Edward Suharjo Wiryomartani, SH, M.Kn, disebutkan adanya pembayaran sebesar US$11 juta dari PT Petro Energi, PT Mitrada Sinergy, dan PT Caturkarsa Megatunggal kepada Bintoro dan The Budi Tedjo Prawiro sebagai bagian dari penyelesaian kewajiban pembelian saham PT Pada Idi.
Pembayaran ini diklaim dilakukan di hadapan notaris dan dituangkan dalam akta tersebut. Namun, berdasarkan pengakuan Bintoro melalui Magdalena dari kantor hukum FTP, hingga saat ini tidak pernah ada penerimaan uang sebesar US$ 11 juta tersebut, baik dalam bentuk tunai, transfer, maupun cek.
Magdalena menegaskan pihaknya tidak pernah menerima pembayaran dari pihak-pihak yang disebut dalam akta, yaitu PT Petro Energi, PT Mitrada, dan PT Caturkarsa Megatunggal karena pada saat penandatangan minuta akta tersebut pun pihaknya belum menerima dan ditunjukkan bukti setor atas uang tersebut dan tidak ada tulisan sebesar US$11 juta sebagaimana akta yang sudah diterbitkan oleh notaris.
Magdalena mempertanyakan dasar hukum tagihan PKPU yang dimasukkan oleh kreditur kepada pihak Bintoro jika bukan berdasarkan Akta No.20 Tahun 2019.
“Akibat dari keputusan PKPU tersebut, aset-aset milik Bintoro disita, termasuk rumah tinggal yang saat ini telah disegel oleh kurator, meskipun masih ditempati oleh istri dan anak-anaknya,” kata Magdalena, Rabu (22/4/2025).
Dia menilai tindakan ini merupakan bagian dari kejahatan yang terstruktur dan sistematis. Pihak Bintoro merasa dirugikan karena belum menerima pelunasan pembayaran saham sebagaimana yang dibuat dalam Akta No.20 tersebut.
Magdalena juga menilai Notaris Edward Suharjo tidak cermat dan tidak profesional, dan tidak bisa memberikan kejelasan soal pencantuman US$11 juta, yang mana Bintoro dan The Budi pun tidak mengetahui sejak awal penandatanganan dasar dan tidak ada konfirmasi terkait angka tersebut, baik dari pihak notaris maupun dari pihak PT Petro Energi, PT Mitrada, dan PT Caturkarsa Megatunggal.
“Atas kelalaian ini kami anggap juga telah terjadi pelanggaran etika notaris. Seharusnya sebelum diterbitkan akta tersebut, notaris wajib bersikap jujur, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan semua pihak terkait dalam perbuatan hukum. Hal ini termasuk memberikan penjelasan yang lengkap dan mudah dipahami tentang konsekuensi hukum dari setiap tindakan yang dilakukan,” ujarnya
Namun, lanjut Magdalena, pihak Bintoro tidak memperoleh penjelasan tersebut dari notaris sehingga secara tidak langsung notaris turut membantu aksi yang dilakukan oleh Jimmy Masrin dkk.
Saat ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikabarkan sedang menelusuri aliran dana PT Petro Energi ke PT Pada Idi. Lembaga anti rasuah itu juga telah menetapkan lima tersangka, termasuk tiga dari PT Petro Energy yakni Jimmy Masrin, Newin Nugroho, dan Susy Mira Dewi Sugiarto.
Pernyataan Magdalena tersebut diakui oleh Dirut PT Petro Energi sekaligus Dirut PT Mitrada Selaras (PT Mitrada Sinetgy) Newin Nugroho Nugroho.
Pengakuan ini dituangkan dalam Akta Notaris Nomor 16 tertanggal 20 April 2022, yang dibuat oleh Notaris Audra Emicole Manembo, S.H., M.H., M.Kn.
Dalam akta tersebut, Newin secara sadar menyatakan bahwa klaim yang disampaikan oleh Jimmy cs melalui PT Mitrada Sinergy dan PT Petro Energi, PT Caturkarsa Megatunggal yang menyebutkan bahwa mereka telah melunasi pembayaran kepada Bintoro dan The Budi, tidak benar.
Selaku direktur, Newin merasa dirinya tidak atau belum melunasi utang dan pembayaran saham kepada pemilik saham awal, yaitu The Budi dan Bintoro, sesuai dengan Akta Notaris Nomor 7 Tahun 2012 yang menjadi dasar kepemilikan saham awal di PT Pada Idi.
‘Dengan demikian, pernyataan Jimmy cs mengenai pelunasan utang kepada Bintoro tidak benar, dan klaim mengenai dana sebesar US$11 juta melaluai Akta No. 20 tertanggal 23 April 2019 yang dibuat oleh Notaris Edward Suharjo dipastikan tidak pernah diakui dan mendapat persetujuan dari pemegang saham awal,” tegas Magdalena.