Terasmedia.id Jakarta – Praktik dugaan merangkap jabatan di tubuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) republik Indonesia kembali di sorot.
Sorotan kali ini, muncul dari Gerakan Ekonomi Kreatif (Gerak 08 Banten) dan Penggiat lingkungan Mata tunas 17 Banten Mohamad Rohim menilai rangkap jabatan bentuk penyimpangan.
Mohamad Rohim menilai praktik dugaan merangkap jabatan merupakan bentuk penyimpangan dari prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan mencerminkan konsolidasi oligarki kekuasaan di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Sebab, maraknya pejabat publik baik politisi hingga tokoh non-profesional yang mengisi kursi komisaris maupun direksi di perusahaan-perusahaan pelat merah.
“Rangkap jabatan bukan hanya pelanggaran etika, tapi juga bentuk politik balas budi yang vulgar. BUMN tidak boleh menjadi ladang bagi elite politik untuk membagi-bagi kekuasaan,” Ungkap Rohim dalam keterangan persnya, Senin (21/4/2025) malam.
Aktivis dan penggiat lingkungan mata tunas 17 asal Banten itu menyebut bahwa, praktik tersebut, tentunya sangat bertentangan dengan regulasi yakni Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN, Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, serta Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2005 yang secara jelas melarang pejabat merangkap jabatan apabila berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
“Pemerintah seharusnya taat asas. bukan bentuk rangkap jabatan, apalagi di level strategis dan korporasi milik negara, jelas-jelas melanggar semangat independensi dan profesionalisme,” Katanya.
Penggiat lingkungan mata tunas 17 ini menilai, Di erah Pemerintahan Prabowo jangan sampai praktek buruk dilakukan menodai niat baik presiden Prabowo .
“Mentri BUMN semestinya menunjukkan komitmen terhadap reformasi birokrasi, bukan malah melanggengkan politik akomodasi lewat kursi BUMN,” Tandasnya.
M. Rohim bahkan meminta agar dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap struktur komisaris dan direksi BUMN, serta menghapus praktik rangkap jabatan yang memperbesar potensi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
“Jika BUMN terus dijadikan alat bagi elite predator, maka jangan harap ekonomi bangsa akan tumbuh untuk rakyat. Yang diuntungkan hanya lingkaran kekuasaan,” Sebut Rohim.
M Rohim mengaku, pada Era Presiden SBY masih menjaga batas profesionalitas, meskipun rangkap jabatan tetap terjadi. Ada upaya klarifikasi publik dan bahkan ada upaya pembenahan struktur melalui reformasi birokrasi.
Kemudian di Era Presiden Jokowi juga membuka banjir penempatan loyalis dan tokoh relawan di kursi komisaris BUMN. Praktik patronase dilegalkan secara sistemik.
Namun, Di Era Prabowo kali ini, Masih menunjukkan pola kelanjutan bahkan perluasan. Koalisi besar diduga dibayar lunas dengan kursi strategis, yang pada akhirnya menjadikan BUMN sebagai bancakan elite kekuasaan.
“Praktik ini merupakan bentuk pengkhianatan terhadap semangat reformasi dan konstitusi. Pemerintahan Prabowo harus segera menghentikan rangkap jabatan dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap penempatan pejabat di BUMN.
“Negara ini tidak boleh dikuasai oleh segelintir orang dengan kepentingan kekuasaan dan ekonomi yang saling bertaut. Bila dibiarkan, ini akan mengancam keberlanjutan demokrasi ekonomi dan memperdalam ketimpangan struktural bangsa,” Pungkasnya.
Ditambahkan rohim, Mentri Bumn Erik tohir harus segera patuh terhadap perintah presiden prabowo dimana jangan ada penyimpangan dalam pemerintahan dipimpinnya.